Seminar “Pelestarian Konstruksi Kayu Bangunan Warisan Budaya: Tantangan & Prospeknya”
Berdasarkan pengalaman Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung dalam upaya memperjuangkan kelestarian bangunan-bangunan bersejarah – khususnya yang memiliki signifikansi budaya tinggi dari aspek estetika / arsitektural dan/atau termasuk Bangunan Cagar Budaya golongan A dalam Peraturan Daerah Kota Bandung No. 7 tahun 2018 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya (Perda 7/2018) – dirasakan, bahwa masih ada kelemahan dari sisi pengetahuan dan keterampilan (skill) dalam menangani konstruksi kayu. Dalam beberapa kesempatan mengikuti proses pemugaran bangunan cagar budaya, didapatkan kesan secara umum, bahwa konstruksi kayu dianggap tidak lagi layak untuk digunakan di masa kini dan/atau masa depan, sehingga perlu diganti dengan konstruksi yang “lebih dapat diandalkan”, seperti konstruksi baja.
Padahal, dari sisi keandalan, kita dapat melihat, bahwa banyak bangunan bersejarah di kota Bandung sudah berusia lebih dari 100 tahun dan konstruksi kayu yang menopang bangunan atau bagian bangunan – seperti atap – masih berada dalam kondisi baik dan kokoh. Kalaupun ada beberapa kasus kerusakan konstruksi rangka atap bangunan bersejarah, misalnya, permasalahan umumnya hanya terjadi pada beberapa titik yang biasanya diakibatkan terkena air dari kebocoran atap – kemungkinan akibat pemeliharaan bangunan yang kurang baik. Akan tetapi, bagian lain dari konstruksi rangka atap terlihat masih berada dalam kondisi baik dan sanggup menopang beban di atasnya.
Selain itu, konstruksi kayu pun memiliki nilai signifikansi budaya dari aspek estetika. Sebagai contoh, hampir seluruh bangunan tradisional di Indonesia – yang sangat beragam dan mencerminkan ekspresi budaya masing-masing daerah – memperlihatkan keindahan arsitektur bangunan, yang dihasilkan dari desain rancangan konstruksi yang dibuat dengan kedalaman rasa, serta pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, sehingga menimbulkan tampilan visual yang menarik dan indah. Demikian pula dengan bangunan-bangunan kolonial di Bandung, seperti Aula Barat dan Aula Timur sebagai contohnya, yang dirancang dengan memadukan tradisi keilmuan barat (Eropa) dengan kearifan lokal Nusantara dan menampilkan keindahan konstruksi kayu yang luar biasa. Dalam konteks yang lebih mikro, konstruksi rangka atap kayu bangunan kolonial pada umumnya – yang biasanya berdinding bata – juga menunjukkan nilai estetika yang baik dan mengekspresikan jamannya, sehingga perlu dilestarikan. Dengan demikian, mengetahui dan mempertahankan teknik konstruksi kayu yang digunakan pada bangunan Cagar Budaya menjadi suatu tantangan tersendiri dalam suatu usaha pelestarian.
Dalam prinsip pelestarian bangunan bersejarah, aspek keaslian (orisinalitas) merupakan hal yang penting. Dalam Burra Charter disampaikan, bahwa perubahan pada (kondisi eksisting) bangunan bersejarah kadang-kadang diperlukan untuk mempertahankan signifikansi budayanya. Akan tetapi hal ini tidak diharapkan, apabila mengurangi nilai signifikansi budayanya. Derajat perubahan dari suatu objek dan pemanfaatannya harus dipandu / dibatasi oleh nilai signifikansi budaya obyek tersebut dan interpretasinya yang sesuai / secara pantas.
Seminar ini diselenggarakan untuk menggugah kepedulian bersama akan pentingnya pelestarian konstruksi kayu bangunan bersejarah, serta mendorong adanya kajian dan inovasi yang berkelanjutan untuk dapat menemukan teknik, metode, material dan pengetahuan baru yang dapat mendukung upaya pelestariannya – sebagai salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang penting – dengan lebih baik.
Tujuan
- Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan dan pelestarian bangunan bersejarah di Indonesia dengan otentik, khususnya pada bangunan yang menggunakan konstruksi kayu.
- Memperkenalkan teknik-teknik konstruksi kayu yang digunakan pada bangunan bersejarah, baik yang terdapat pada bangunan berarsitektur tradisional, maupun kolonial.
- Mendorong kolaborasi antar akademisi, praktisi/profesional, dan pemerintah dalam upaya pelestarian bangunan bersejarah, khususnya bangunan yang menggunakan konstruksi kayu.
Menambah pengetahuan dan wawasan anggota Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung dalam bidang pelestarian warisan budaya, khususnya pemugaran bangunan bersejarah yang menggunakan konstruksi kayu.
Narasumber Sesi 1
Drs. Fitra Arda, M.Hum.
Keynote Speech
Aji Bimarsono, ST, MSc
"Ragam Konstruksi Kayu Bangunan Kolonial "
Ir. Shirley Wahadamaputera, M.M
"Dokumentasi Rumah Jl. Saninten"
Andrea Fitrianto, ST, MSc
"Living Heritage: Inspirasi dari Tektonika Bangunan Adat"
Moderator Sesi 1
Dr.Ir. Nurtati Soewarno , M.T.
Narasumber Sesi 2
Dr. Johanes Adhijoso
"Karakteristik Dan Kelebihan Konstruksi Kayu"
Ir. Ali Awaludin, S.T., M.Eng., Ph.D., IPU., ACPE.
"Penanganan Permasalahan Konstruksi Kayu (Retrofitting, dll.)"
Moderator Sesi 2
Dr.-Ing. Andry Widyowijatnoko, S.T., M.T., IAI.
Narasumber Sesi 3
Nicolaus Aji, S.Ds.,M.Ds
"Menjaga Jejak Sejarah Nilai Ketukangan Kayu dalam Arsitektur"
Aswin Indraprastha, S.T., M.T., M.Eng., Ph.D.
"Pemanfaatan teknologi digital (BIM, digital twin, dll.) untuk mendukung pelestarian konstruksi kayu bangunan Heritage"
Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc.
"Pentingnya Pelestarian Hutan Untuk Pelestarian Konstruksi Kayu, Pelajaran Dari Kearifan Lokal Masyarakat Tadisional"